Sabtu, 11 Juni 2011

Ramadan: Kursus Kepribadian untuk Remaja






Berpuasa selama bulan Ramadan punya konsekuensi, bahwa kita akan mengalami pembentukan pribadi yang taat dalam beragama, sekaligus pribadi yang tangguh dan toleran dalam pergaulan.
Bulan Ramadan baru akan menyapa.Akan tetapi suasana kehidupan di Indonesia seakan telah tersulap pelanpelan. Terdengar ceramah tentang keutamaan puasa dimana- mana.Di masjid,di sekolah, di kampus,di kantor,bahkan di lapangan terbuka. Wajah tayangan televisi ikutikutan berubah menjadi relijius: sinetron-sinetron yang biasanya mengumbar kisah perselingkuhan jadi berkisah soal pertaubatan, artis- artis yang biasa pakai baju terbuka jadi pakai kerudung. Jam kantor atau jam sekolah pun dipotong jadi lebih pendek.
Semua kesemarakan itu tak lain sebuah cerminan bahwa umat Islam di Indonesia senantiasa sudah mengambil posisi start untuk melesat dengan lebih banyak aktivitas ibadah dalam mengisi bulan suci ini. Ramadan memang sangat istimewa. Sebagaimana diriwayatkan oleh Ath-Thabrani, Rasulullah SAW berkata bahwa bulan Ramadan adalah bulan keberkahan dimana Allah SWT mengunjungi manusia dengan menurunkan rahmat, menghapus dosa-dosa dan mengabulkan doa.Tentunya,hal itu merupakan motivasi yang sangat besar dalam mengatasi alasan apa pun yang dapat menjadi hambatan dalam pembentukan pribadi yang taat dalam beragama.
Selama sebulan kita belajar untuk mengerti haus dan lapar,bukan sekadar dalam arti harfiah melainkan menyelami dasar filosofinya sebagai upaya mendisiplinkan diri untuk menaati segala perintah dan menjauhi larangan agama. Berangkat dari latihan fisik ini kita menuju pada kemampuan untuk menahan hawa nafsu dengan menjauhi hal-hal yang tidak bermanfaat dan mengurangi hikmah puasa. Kita pun akan berlatih untuk tidak menuruti nafsu gila belanja, menonton hal-hal yang tidak pantas, marah-marah dengan mengeluarkan sumpah serapah. Dengan demikian maka kita pun mengalami proses pembentukan pribadi yang terkontrol dan mawas diri. Mawas diri bagi remaja merupakan kunci ukuran kacamata paradigma untuk melihat segala aspek kehidupan.
Ukuran kaca mata inilah yang bisa menciptakan keterbatasan- keterbatasan sehingga kita larut dalam kesedihan, rasa rendah diri, bahkan keputusasaan menjalani hidup. Sebaliknya, ukuran kaca mata yang baik justru kan menumbuhkan keyakinan untuk sukses dan membakar gelora perjuangan meraih kesuksesan itu. Proses pembentukan pribadi yang mawas diri di bulan Ramadan akan semakin mengkristalkan keyakinan meraih sukses karena bulan Ramadan juga menjadi momentum yang sangat tepat buat mengevaluasi diri.
Merenungkan langkah-langkah yang selama ini telah kita tempuh. Terlebih lagi jika evaluasi diri ini dibarengi dengan banyaknya panjatan doa yang pada bulan penuh rahmat ini niscaya akan dikabulkan oleh Allah. Maka kita pun mempertajam mata hati sekaligus “mengepaskan”ukuran kaca mata paradigma sehingga kita bisa “terlahir kembali” sebagai sosok yang lebih baik. Semakin gaul Bulan puasa bukan cuma punya aspek transendental membentuk kita sebagai remaja yang semakin taat beragama.Lebih penting lagi, bulan puasa pun punya aspek kemanusiaan.
Selama menjalankan ibadah dalam waktu sebulan ini juga menempa pribadi kita biar makin kuat sebagai pribadi sekaligus tangguh dalam pergaulan. Selama Ramadan, pastinya tidak semua orang di sekeliling kita menjalankan ibadah puasa. Beberapa teman yang berbeda keyakinan akan tetap memiliki hak seutuhnya untuk makan dan minum di siang hari.Hmm, ini bisa jadi godaan yang sangat besar. Melihat es jeruk di tengah hari pasti akan menggedor rasa dahaga meskipun pada hari-hari biasa minuman itu sama sekali tidak menggugah selera.
Tapi inilah latihan kita untuk menjadi remaja yang lebih beretika.Selain menguatkan iman, tetap menghormati temanteman yang tidak berpuasa membentuk watak kita akan menjadi lebih toleran dalam pergaulan. Lagi pula,menikmati minuman segar di kala beduk Magrib berbunyi pasti akan lebih nikmat, kan? Selain makan dan minum, selama puasa yang wajib pula ditahan adalah rasa marah. Agak susah sih memang,menahan rasa dongkol yang tidak diungkapkan. Namun setiap kali rasa kecewa datang, sebaiknya buru-buru kita mengatur nafas supaya lebih rileks.
Mengungkapkan perasaan memang melegakan, tapi harus pintar-pintar mengungkapkannya. Jangan sampai perasaan negatif yang kita ungkapkan justru menyulut pertengkaran atau malah merusak hubungan pertemanan. Sekalipun jengkel sampai ke leher, sebaiknya gaya bicara kita tetap cool.Dengan begitu,bisa jadi lawan bicara kita malah simpatik dan luluh. Latihan lain yang membentuk kita menjadi remaja yang lebih gaul adalah bagaimana selama puasa kita selalu menahan diri dari gossip. Dunia remaja memang dunia yang penuh cerita, tapi ceritacerita yang positif tentu akan lebih bermanfaat.
Daya tahan untuk tidak menggosip nantinya juga akan membiasakan otak bekerja secara positif. Jika kita selalu berpikir dan berbicara dari perspektif positif, tentu kita akan jadi orang yang easy going memandang masalah.Remaja yang tidak suntuk larut dalam masalah pasti akan terlihat periang dan asyik.Kalau sudah begini akan semakin banyak orang yang senang berteman dengan kita. Sebab,mana ada teman yang tidak suka dengan orang yang selalu bicara dari sisi baik dan melahirkan optimisme.Jadi,puasa di bulan Ramadan semacam kursus kepribadian buat kita para remaja.
Tidak cuma berisi pelajaran-pelajaran yang masuk dalam kurikulum doktrin keagamaan semata,ia bisa pula masuk ke dalam kontekstual dan dunia pergaulan. Dengan ini kita jadi bisa lebih leluasa bahwa sebagai remaja mampu bergerak maju menjadi pribadi yang berkualitas dalam beragama maupun bergaul. Mengutip omongan Sean Covey dalam buku best seller dunia- nya, The 7 Habits of Highly Effective Teens “Kalau kamu bisa membayangkan, Allah menghendaki kamu menjadi orang seperti apa,maka kamu akan bangkit dan takkan pernah sama lagi”.
Maka kembali pada bulan Ramadan ini kita kembali pada titik nol,saat yang sangat pas buat kita bangkit untuk terlahir kembali menjadi remaja yang lebih berkualitas.

Tidak ada komentar: